oleh

Hanya dalam 6 Bulan, Seribuan Wanita di Sumenep Akan Resmi Menjanda

SUMENEP, (News Madura) – Berdasarkan data di kantor Pengadilan Agama Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, perkara perceraian yang masuk hingga pertengahan tahun 2019 mencapai lebih dari 1.000 kasus.

“Dari Januari – Juni 2019, perkara yang kami terima sudah mencapai 1.006, perkara yang diputus 906, sementara 100 perkara masih dalam proses, data itu belum termasuk yang bulan Juli, karena belum direkap,” terang Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama Sumenep, Rahayuningrum, S.H, ditemui di ruang kerjanya. Rabu (31/7/2019).

Dijelaskan perempuan yang akrab disapa Yuni ini, perkara perceraian yang masuk di meja sidang didominasi cerai gugat, dibanding cerai talak.

“Secara persentase, lebih banyak yang cerai gugat dari pada cerai talak. Hitungan kasarnya, jika 10 persen itu perkara lain lain, cerai talak 40 persen, untuk 50 persennya itu masuk cerai gugat,” imbuhnya.

Berdasarkan catatan, kasus perceraian disebabkan beragam permasalahan, salah satu faktor yang menyebabkan tingginya angka perceraian yaitu perselingkuhan lewat dunia maya.

“Permasalahannya kompleks, sekarang banyak perselingkuhan yang disebebkan oleh dunia maya, selain karena faktor ekonomi, perselisihan yang sudah tidak terbendung, KDRT (kekerasan dalam rumah tangga,red), ditinggal salah satu pihak, masalah tempat tinggal, termasuk pula kawin paksa,” beber Yuni.

Sementara, untuk data kasus perceraian tahun 2018 lalu, menyentuh di angka 2.000 perkara lebih, termasuk pula adanya perkara tunggakan yang harus diselesaikan pada tahun ini.

“Data perceraian tahun 2018 mencapai 2.242, perkara yang yang diputus berjumlah 1.934, untuk sisa perkara ada 135 yang akan diselesaikan di tahun 2019 ini,” tegasnya.

Dari tingginya angka perceraian di ujung timur pulau Madura dari tahun ke tahun, pihaknya mengimbau peran aktif seluruh elemen, termasuk KUA sebagai kepanjangtanganan dari Kementerian Agama, untuk memberikan penyadaran lewat penyuluhan, agar pernikahan tidak dilakukan di bawah tangan alias nikah siri.

“Pernikahan ini jangan dilakukan secara siri, tapi harus resmi, karena jika hanya sebatas nikah siri, maka hak hak anak, istri, tidak ada perlindungan hukumnya. KUA dalam hal ini diharapkan bisa berperan aktif untuk terus memberikan penyuluhan agar dapat menekan tingginya pernikahan yang tidak resmi,” pintanya. [jie/faid]

Artikel ini telah tayang di newsindonesia.co.id denga judul 1.006 Wanita di Sumenep Menjanda, Perselingkuhan Lewat Medsos Jadi Faktor Utama 

Komentar

News Feed